Home » , , » Sistem Mineralisasi Epitermal

Sistem Mineralisasi Epitermal

Istilah lingkungan epitermal pertama kali diperkenalkan oleh Lindgren (1922), sebagai suatu lingkungan dangkal, yang terutama mengandung bijih Au, Ag, dan logam dasar (Tabel 1); dengan kedalaman dan tekanan maksimum masing-masing 1.000 m dan 100 atm, bersalinitas rendah, dan temperatur berkisar 50-200oC. Sistem epitermal juga selama ini telah dieksploitasi untuk berbagai jenis logam dan mineral, meliputi Hg, Sb, S, kaolinit, alunit, dan silika. Berdasarkan hasil studi dan penemuan endapan-endapan epitermal di Sirkum Pasifik dan sekitarnya selama bebapa dekade terakhir, saat ini diketahui bahwa endapan dengan tekstur dan kumpulan mineral yang mencirikan lingkungan epitermal mengandung mineral dan inklusi fluida yang merekam temperatur maksimum sekitar 300oC, sebagian besar di antaranya terbentuk pada kisaran (160-270)oC yang berkorespondensi dengan kedalaman (50-700) m di bawah muka air tanah purba (Hedenquist et al., 1996, 2000; Robb, 2005; Harijoko et al., 2007; Syafrizal et al., 2007). 

Tabel 1. Istilah-istilah yang telah digunakan untuk kedua lingkungan epitermal (Hedenquist et al., 2000).


Secara genetik, endapan epitermal berhubungan dengan intrusi sub-volkanik dangkal (Gambar 1). Proses pengendapan bijih pada lingkungan epitermal terjadi karena larutan pembawa bijih yang terfokus dan sedang bergerak naik ke permukaan, mengalami perubahan komposisi dengan cepat, pada jarak 1 km dari sumbernya, atau di permukaan. Perubahan komposisi ini disebabkan oleh boiling (pendidihan), suatu proses yang paling memungkinkan untuk terjadinya presipitasi logam kompleks-bisulfida seperti emas. Proses pendidihan yang diikuti dengan pendinginan yang cepat ini juga menghasilkan berbagai fitur yang berhubungan, seperti pengendapan mineral gangue kuarsa dengan tekstur colloform-nya, adularia dan bladed-calcite, serta pembentukan steam-heated waters (air uap-panas) yang membentuk alterasi dan halo advanced argillic dan argillic. Di samping itu, penurunan tekanan yang tajam juga terjadi pada larutan pembawa bijih akibat hydraulic fracturing, di mana ini juga memfokuskan aliran fluida yang sedang mendidih tersebut. Untuk alasan-alasan inilah, maka dikenal istilah lingkungan epitermal untuk pengendapan bijih (Hedenquist et al., 1996, 2000).


Gambar 1. Penampang skematik intrusi sub-volkanik dangkal dan asosiasi stratovolkanonya, serta lingkungan pembentukan endapan porfiri, dan endapan bijih epitermal sulfidasi tinggi dan sulfidasi rendah. Sistem volkanik-hidrotermal meluas mulai dari lingkungan degassing magma hingga ke fumarola dan mata-air asam, yang merupakan lingkungan pembentukan bijih porfiri dan/atau sulfidasi tinggi, sedangkan endapan bijih sulfidasi rendah terbentuk pada sistem geotermal yang dicirikan oleh cairan ber-pH netral yang termanifestasi di permukaan sebagai mata-air panas (Hedenquist et al., 1996;2000).

Secara umum endapan epitermal terbagi atas dua tipe (end-members) berdasarkan tingkat sulfidasinya, atau tingkat oksidasi sulfur di dalam fluida bijihnya, yaitu endapan tipe high sulfidation (sulfidasi tinggi) dan low sulfidation (sulfidasi rendah). Endapan epitermal ini, baik tipe sulfidasi tinggi maupun rendah tersebar luas pada tidak kurang dari 240 lokasi di Sirkum Pasifik dan sekitarnya, yang merupakan zona subduksi - terluas di dunia - antara lempeng Samudera Pasifik dengan lempeng-lempeng benua yang ada di sekitarnya, mulai dari Australia dan Eurasia di barat, Eropa dan Amerika Utara di utara, serta Amerika dan Amerika Selatan (Andes) di timur. Zona subduksi yang luas ini, dengan asosiasi magmatisme-volkanisme dan kegempaannya yang aktif, sehingga di kenal sebagai ”ring of fire”, dari segi genetik merupakan zona yang paling favorable bagi terbentuknya mineralisasi epitermal (Sillitoe, 1989; Keary and Vine, 1990; Hedenquist et al., 1996, 2000; Corbett and Leach, 1998; Einaudi et al., 2003; Corbett, 2004; Robb, 2005). 


Reference : Review Sistem Mineralisasi Epithermal di Circum Pacific - Irzal Nur (dari berbagai sumber)

2 komentar:

Flysh Geost said...

Saya tertarik dengan tulisan diatas yang menyebut kata "inklusi fluida", yang ingin saya tanyakan sejauh mana iklusi fluida dapat mencirikan lingkungan epitermal???

Cap_Rock said...

Inklusi fluida hanya merupakan salah satu parameter untuk menentukan tipe endapan mineralisasi. Karakteristik inklusi fluida yang terperangkap di lingkungan epitermal sangat kontras dengan inklusi yang terbentuk di lingkungan-lingkungan yang lebih dalam. Inklusi fluida di lingkungan epitermal umumnya hanya mengandung dua fasa pada suhu kamar, yaitu fasa liquid H2O bersalinitas rendah dan vapor bubble. Inklusi fluida merekam temperatur maksimum sekitar 300oC, sebagian besar di antaranya terbentuk pada kisaran (160-270)oC yang berkorespondensi dengan kedalaman (50-700) m di bawah muka air tanah purba.

Untuk lebih jelasnya nanti akan ada tulisan khusus mengenai inklusi fluida. Silahkan berkunjung terus di blog ane gan, atau untuk sementara bisa baca http://www.tukangbatu.com/2015/11/sistem-dan-produk-akhir-endapan-pada.html.

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.