Home » , , » Tinjauan Genetik Endapan Epitermal

Tinjauan Genetik Endapan Epitermal

1. Proses dan Fluida Epitermal

Pada sistem geotermal, pendidihan merupakan faktor yang sangat penting, karena pendidihan yang disertai pelepasan gas adalah penyebab utama presipitasi emas dari kompleks bisulfida, terutama pada bijih emas kadar tinggi pada urat LS. Kondisi kejenuhan emas terjadi akibat pelepasan ligand sulfida menjadi gas (H2S), yang menyebabkan terjadinya destabilisasi Au(HS)2- dan presipitasi Au (Persamaan 1; Cooke and Simmons, 2000; Hedenquist et al., 1998, 2000; Robb, 2005; Wagner et al., 2005; Yonezu et al., 2007).

Au(HS)2- + 0,5 H2   →  Au + H2S + HS- (1)

Bukti-bukti terjadinya pendidihan pada endapan epitermal adalah: selimut alterasi yang terbentuk dari uap-panas, adularia dan bladed calcite pada urat LS, inklusi fluida, dan breksi hidrotermal. Pendidihan juga menyebabkan pendinginan dan konsentrasi spesies terlarut seperti silika, yang kemudian akan membentuk kuarsa sangat jenuh, dan koloid silika, yang terendapkan sebagai gel dan terkristalisasi menjadi kalsedon colloform-banded yang merupakan fitur khas yang berasosiasi dengan emas dendritik di dalam urat LS berkadar tinggi. Bentuk dendritik yang tumbuh dari koloid emas ini, merupakan indikasi lain dari kondisi super-jenuh yang disebabkan oleh pendidihan. Juga, mineral truskotit (jenis silikat Ca-Al terhidrasi) yang paling sering ditemukan berasosiasi dengan bijih emas kadar tinggi, dan hanya stabil jika konsentrasinya melewati kejenuhan kuarsa, merupakan bukti tak langsung dari adanya pendidihan (Hedenquist et al., 2000; Camprubi et al., 2006).

Di samping pendidihan, yang merupakan faktor dominan, presipitasi emas pada sistem LS juga dapat terjadi sebagai efek dari percampuran (mixing) antara air meteorik dengan fluida bijih LS tersebut, melalui reaksi berikut (Robb, 2005): 

Au(HS)2- + 8H2O   →  Au + 2SO42- + 3H+ + 7,5 H2 (2)

Di sisi lain, fluida bijih HS umumnya mengendapkan serisit, dikit, atau kaolinit di sekitar vuggy quartz yang merupakan host bijih. Mineral-mineral ini mengindikasikan pH yang lebih rendah (4-5) dibandingkan fluida LS (yang mengendapkan adularia dan kalsit, dengan pH 6-7) (Hedenquist et al., 2000) (Yonezu et al., 2007 menyimpulkan bahwa presipitasi emas dapat terjadi pada kisaran pH 4-6 dan 8-9). Pada lingkungan HS, emas (bersama Cu) dapat tertransport dalam 3 (tiga) macam cara atau media, yaitu: (i) dalam bentuk kompleks hidrosulfida (AuHS) dalam air asam bersalinitas rendah yang mengandung konsentrasi sulfur tereduksi yang tinggi, (ii) dalam fasa gas sebagai spesies sulfida dan/atau klorida seperti AuS, CuS, atau CuCl, dan (iii) sebagai kompleks klorida (AuCl2-, CuCl2-) dalam larutan asam, panas, dan salin. Jika emas tertransportasi  dalam bentuk AuHS, maka reaksi kimia yang mengontrol presipitasi emas akan mirip dengan yang terjadi pada endapan LS (Persamaan 3, 4, 5); sedangkan jika tertransport dalam bentuk AuCl2, maka reaksinya seperti terlihat pada Persamaan 6 (Cooke and Simmons, 2000).

AuHS + 0,5 H2   →  Au + H2S                         (3)
AuHS + 0,5 [FeO]   →  Au + 0,5 FeS2 + 0,5 H2O  (4)
AuHS + 4H2O   →  Au + SO42-                         (5)
AuCl2- + 0,5 H2   →  Au + H+ + 2Cl-                  (6)

Berlawanan dengan banyaknya indikasi pendidihan pada endapan LS, maka pada endapan HS yang dominan adalah mixing (percampuran). Trend data isotopik yang mengindikasikan adanya diluent air tanah selama pengendapan alunit, cocok dengan trend temperatur-salinitas dari inklusi fluida dalam enargit dari endapan HS di Julcani (Peru) dan Lepanto (Filipina). Dilusi (pencairan atau penambahan air) oleh air tanah (yang dingin) di Lepanto mencegah terjadinya pendidihan selama pengendapan enargit; presipitasi mineral sulfida dan emas terjadi dalam rentang yang sangat singkat setelah terjadinya pengendapan enargit pada tipe endapan HS (Hedenquist et al., 2000). Pada endapan HS, jika emas tertransport sebagai kompleks klorida, kemudian terdilusi, terdinginkan, dan/atau mengalami penurunan pH, maka akan menyebabkan emas terendapkan pada saat terjadinya percampuran dengan air tanah (Persamaan 6); sebaliknya, jika emas tertransportasi oleh kompleks hidrosulfida di dalam air asam yang terdilusi, maka emas akan terendapkan akibat pendidihan atau oksidasi yang disebabkan oleh percampuran, tetapi tanpa disertai dengan perubahan temperatur, salinitas, dan pH (Persamaan 3, 4, 5) (Cooke and Simmons, 2000).

Diagram yang memperlihatkan hubungan antara pendidihan (boiling), pendinginan (cooling), dan percampuran (mixing) dalam hubungannya dengan presipitasi bijih, dapat dilihat di Gambar 1. Simbol kotak hitam pada gambar tersebut menunjukkan nilai-nilai isotop oksigen δ18O kuarsa (pada endapan epitermal Au-Ag-Sn-W Cirotan, Indonesia) yang dikalkulasi dari fluida non-meteorik (fluida hidrotermal hipogen) dan meteorik. Kuarsa (dan mineralisasinya) akan terpresipitasi secara progresif melalui proses pendidihan, pendinginan, dan percampuran, berdasarkan temperaturnya. Garis masif dan putus-putus pada diagram tersebut menunjukkan jalur-jalur pendinginan dan pendidihan, sedangkan garis titik-titik mengindikasikan percampuran antara fluida non-meteorik dengan air meteorik (Gambar 1; Wagner et al., 2005).

Gambar 1. Diagram yang memperlihatkan efek pendidihan, pendinginan, dan percampuran pada komposisi isotop oksigen dari urat kuarsa, yang terpresipitasi dari larutan hidrotermal pada berbagai temperatur (Wagner et al., 2005).


2. Sumber Air Asam pada Sistem Epitermal

Alterasi advanced argillic memiliki hubungan spasial dan genetik yang kuat dengan zona bijih yang potensial pada sistem epitermal. Ada 3 (tiga) sumber utama air asam yang membentuk kumpulan mineral advanced argillic, yaitu: kondensasi magmatik hipogen, oksidasi uap-panas, dan oksidasi supergen. Kondensasi magmatik hipogen bertanggungjawab pada pembentukan alterasi advanced argillic pada barren lithocaps dan endapan HS, sedangkan oksidasi uap panas dan oksidasi supergen membentuk selimut alterasi advanced argillic baik pada endapan HS maupun LS (Gambar 2; Hedenquist et al., 2000).

Gambar 2 Ilustrasi skematis dari lingkungan pembentukan ketiga tipe air asam; hipogen (Persamaan 7-9), uap-panas (Persamaan 10), dan supergen (Persamaan 11). Di gambar a, keasamaan berasal dari HCl dan SO2 yang sedang naik dan terdinginkan, SO2 setelah mengalami kondensasi menjadi air dan membentuk asam sulfur. Di gambar b, keasaman berasal dari oksidasi gas H2S yang berkondensasi di vadose zone. Di gambar c, keasaman berasal dari oksidasi pasca hidrotermal dari pirit di vadose zone (Hedenquist et al., 2000).

2.1. Kondensasi magmatik hipogen

Tatanan volkanik proksimal endapan HS dicirikan oleh kehadiran spesies-spesies asam hipogen, meliputi (berdasarkan penurunan kelimpahannya): HCl, SO2, dan HF. Disosiasi HCl dan H2SO4 (Persamaan 7 dan 9) terjadi pada suhu < 300oC hingga 350oC, setelah terjadinya absorpsi uap magmatik bertemperatur tinggi oleh air tanah; disproporsionasi SO2 terlihat pada Persamaan 8.



HCl = H+ + Cl-                 (7)

4SO2 + 4 H2O = 3 H2SO4 + H2S (8) 

H2SO4 =  H+ + HSO4-         (9)



Proses ini menghasilkan air asam hidroklorik-sulfurik hipogen dengan pH ±1, yang sangat cukup untuk me-leach sebagian besar komponen - termasuk Al - dari batuan. Leaching ini meninggalkan siliceous residue yang kemudian segera terkristalisasi menjadi kuarsa, dengan tekstur vuggy (vuggy-quartz), dan juga membentuk halo alterasi advanced argillic yang khas pada litocaps yang meng-host endapan HS. Pembentukan kondisi asam ini tergantung pada absorpsi uap magmatik oleh air tanah; sehingga, zona silisik dan alterasi advanced argillic memiliki batas bawah yang lancip, sesuai dengan pola akuifer. Pendinginan yang terjadi dengan cepat, menyebabkan alterasi berkembang ke atas ketika fluida yang reaktif secara kontinyu disuplai di kedalaman (Gambar 2). Jika fluida asam ini memotong litologi permeabel atau struktur, maka aliran akan terjadi di sepanjang saluran yang paling permeabel tersebut, mengikuti penurunan gradien hidrolik.

Jika uap yang mentransport logam (seperti Cu, Au, dan As dalam bentuk kompleks molekul S dan Cl) bertemperatur dan bertekanan tinggi, sebaliknya alterasi silisik hipogen dan advanced argillic yang beranomali logam rendah, terbentuk oleh kondensasi uap pada tekanan yang relatif rendah (Hedenquist et al., 2000). 

2.2. Oksidasi uap-panas

Pada sistem LS dan HS, H2S hadir dan akan teroksidasi menjadi sulfat dengan kehadiran O2 atmosferik di vadose zone. Proses ini membentuk air asam sulfat uap-panas.

H2S + 2O2 = H2SO4 (10) 

Sirkulasi air tanah mengandung maksimum 10 ppm O2 terlarut yang cukup untuk membentuk air asam sulfat di bawah vadose zone. Sehingga, karena air asam sulfat uap-panas ini hanya terbentuk di vadose zone, maka distribusinya mengikuti muka air tanah, membentuk selimut alterasi. Ketebalan zona air asam sulfat ini hanya beberapa meter, temperaturnya jarang melebihi 100-120oC. Tetapi, selama terjadinya erosi syn-hidrotermal, zona alterasi uap-panas ini akan jatuh bersama muka air tanah, menghasilkan terbentuknya selimut alterasi asam sulfat yang tebal yang bisa meng-overprint alterasi yang lebih dalam. Kasus ini yang terjadi di Sulfur, Nevada yang menyebabkan dinamakannya endapan ini Sulfur, terbentuk oleh aktivitas uap-panas, yang menutupi urat-urat bijih.

Air asam sulfat uap-panas umumnya ber-pH 2-3, yang menunjukkan kurangnya HCl dan rendahnya konsentrasi sulfat. Fluida ini siap untuk melarutkan gelas volkanik dan banyak mineral, tetapi karena Al cenderung tak-dapat larut pada pH >2, maka akan tetap bertahan di dalam mineral seperti kaolinit dan alunit. Kondisi ini menghalangi pembentukan silika residual (>95% SiO2) yang luas pada selimut alterasi uap-panas, walaupun cap (tudung) opal yang kaya-silika dan rapuh dari material residual bisa terbentuk secara lokal. Aliran lateral bawah permukaan dari air ini menyebabkan terjadinya silisifikasi akuifer pada saat larutan asam ini bereaksi dengan wall-rock dan ternetralisasi, membentuk selimut kalsedon di muka air tanah dan di zona opal di atas muka air tanah.

Pada situasi yang berhubungan, kondensasi uap di bawah vadose zone membentuk air uap-panas yang kaya CO2 yang terbentuk sebagai payung diskontinyu memotong bagian puncak dan menutupi bagian atas zona upflow. Air yang agak asam (pH 4-5) ini membentuk halo argilik smektit dan lempung interlayered plus kaolinit, siderit, dan mineral karbonat lainnya, dan meluas setempat sampai kedalaman 1.000 m. Serbuan air ini selama tahap akhir collapse dari suatu sistem bisa membentuk mineral-mineral karbonat, yang kaya-Mn, dan umumnya barren (Hedenquist et al., 2000).

2.3. Oksidasi supergen

Lingkungan ketiga di mana larutan asam terbentuk adalah yang berhubungan dengan oksidasi supergen dari mineral-mineral sulfida pasca-hidrotermal:

Sulfida + 2O2 = Fe oksida + H2SO4 (11) 

Oksidasi supergen memiliki banyak kesamaan kontrol dengan oksidasi uap-panas, karena hanya terjadi pada vadose zone dan dikontrol oleh posisi muka air tanah. Temperaturnya terbatas (30-40)oC, dan disertai dengan pembentukan lempung-lempung sekunder, kaolinit, halloysit, dan alunit, jarosit umum hadir dan Fe oksida melimpah. Air asam ini bisa mengalir turun setempat di sepanjang sesar dan open fractures (Gambar 2). Tatanan tektonik dan iklim Amerika barat lebih cocok daripada Pasifik baratdaya untuk oksidasi supergen yang ekonomis (Hedenquist et al., 2000).

Reference : Review Sistem Mineralisasi Epithermal di Circum Pacific - Irzal Nur (dari berbagai sumber)

0 komentar:

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.