Home » , , » Sulfur pada Batubara

Sulfur pada Batubara

Tipe-Tipe Sulfur pada Batubara

Sulfur pada batubara hadir dalam bentuk : sulfida, sulfur organik, sulfur elemental, dan sulfat. Bentuk yang terpenting adalah sulfida terutama pirit (FeS2), dan sulfur organik. Sulfur sulfat biasanya hanya dalam jumlah kecil yang berbentuk mineral sulfat dan terjadi akibat adanya proses oksidasi. Pada batubara dengan kandungan pirit rendah, sulfur organik juga dapat teroksidasi membentuk gipsum, atau dapat berasal dari air tanah.

Sulfur organik pada batubara dikelompokkan berdasarkan tipe gugus fungsionalnya antara lain :
  1. Merchaptan atau thiol (RSH)
  2. Sulfida atau thio-ether (RSR)
  3. Disulfida (RSSR)
  4. System aromatik yang mengandung cincin thiophene

Pembentukan Sulfur Pada Batubara

Penggabungan unsur sulfur pada batubara dapat terjadi melalui empat mekanisme (Tsai, 1982) yaitu :
  1. Kontak antara komponen organik dan sulfat.
  2. Adanya larutan yang mengandung ion Fe
  3. Pembentukan besi sulfat, dan
  4. Transformasi besi sulfat menjadi pirit dan sulfur organik.
Pada mulanya, komponen organik (rombakan tumbuhan) kontak dengan air payau atau air laut yang mengandung rata-rata 0,6% sulfat terutama MgSO4. Sulfat dari air laut diyakini merupakan sumber utama sulfur pada batubara.

Besi adalah komponen kedua yang membentuk mineral pirit. Unsur ini disuplai oleh air tawar yang mengalir masuk ke dalam rawa gambut ataupun melalui perkolasi air tanah pada rekahan-rekahan (cleats) batubara. Akses aliran air tersebut ditentukan oleh keadaan batuan samping seperti permiabilitas dan komposisi mineralnya. 

Tahap selanjutnya adalah reaksi antara besi dengan sulfat menghasilkan besi sulfat, seperti reaksi berikut ini :


Konversi besi sulfat menjadi pirit harus terjadi pada kondisi reduksi dalam medium alkali. Reaksi diawali oleh adanya aksi bakteri anaerobik (Desulfovibrio dan Desulfotomaculum) yang mereduksi sulfat sulfur menjadi hidrogen sulfida. Reaksi ini hampir sempurna pada pH medium yang lebih kecil dari 5. H2S lalu bereaksi dengan besi sulfat membentuk pirit dan sulfur elemental. Reaksi ini dapat diformulasikan sebagai berikut :


Sulfur elemental yang dihasilkan akan bereaksi dengan komponen batubara membentuk ikatan C-S. Contoh reaksinya adalah sbb :


Berdasarkan reaksi di atas, maka parameter penting yang menentukan pembentukan sulfur pada batubara adalah :
  1. Tersedianya komponen utama untuk membentuk pirit : sulfat dari air laut dan besi dari air tawar.
  2. Kemungkinan adanya larutan yang mengandung ion besi yang berasal dari batuan atap (roof).
  3. Intensitas kondisi reduksi selama pembentukan batubara
  4. Tingkat keasaman medium selama pembatubaraan.

Sumber-Sumber Sulfur Pada Batubara

Sulfur primer (S) pada batubara, dapat berasal dari air laut, air tawar, tumbuhan, dan extraneous mineral matter. Sedangkan sulfur sekunder di bawah oleh air tanah baik selama atau setelah pembentukan batubara.

Air tanah mengandung 0 – 10 ppm S dan vegetasi umumnya berkisar antara 0,01 – 0,5% S (db). Spesis tanaman yang tumbuh pada air payau kadar sulfurnya lebih tinggi dibanding dengan spesies air tawar. Sejumlah ahli menyebutkan bahwa tumbuhan tingkat tinggi memerlukan S sebanyak 0,1 %, bahkan tumbuhan angiosperma memiliki kadar sulfur rata-rata 0,4 %. Dengan demikian, maka suplai sulfur pada batubara yang berasal tumbuhan diperkirakan paling tinggi 0,5%.

Jika suatu lapisan batubara mengandung >0,5% S, maka sebagian sulfur tersebut kemungkinan berasal dari air laut yang mengandung 0,265% SO4 atau 885 ppm S (SO4 mengandung 33,4% S). Bila rawa digenangi air laut sebanyak 40 %, maka jumlah S yang disuplai adalah 0,4 x 0,265 x 0,334 = 0,035%.

Gambut yang jenuh air akan mengalami kompaksi 5x atau lebih menjadi bituminous. Bila semua sulfur dari air dikonsumsi oleh batubara, maka konsentrasi sulfur akan meningkat menjadi 0,2%. Nilai ini setara dengan 0,37 % pirit bila semua S digunakan untuk membentuk pirit.

Kebanyakan batubara yang mengandung >1%S terbentuk pada rawa yang dipengaruhi oleh air laut. Air laut densitasnya lebih tinggi dari air tawar, sehingga menarik untuk ditinjau mengapa bisa masuk pada rawa. Satu kemungkinan adalah terjadinya pasang menyebabkan influx air laut pada bagian atas rawa yang jenuh air tawar. Dengan adanya perbedaan densitas, maka air laut akan mudah bercampur dengan air tawar membentuk lingkungan rawa yang bersifat payau. Pada periode tahunan, pasang yang terjadi berkali-kali mampu mensuplai SO4 yang cukup ke dalam rawa yang dapat menjelaskan adanya kadar sulfur batubara >1%. Karena influx hanya terjadi satu atau dua kali setahun, maka hal ini tidak menghambat pertumbuhan tanaman.

Skenario lain mengenai intervensi air laut ke dalam rawa yaitu perkolasi melalui batuan pengapit yang permeabel. Model-model hidrologi percampuran antara air laut dan air tawar dapat menjelaskan mengapa kadar sulfur memiliki variasi secara lateral pada suatu seam batubara.

Air laut selain mengandung S, juga mempunyai konsentrasi unsur alkali yang tinggi seperti Na (10500 ppm), Mg (1350 ppm), K (380 ppm), Ca (400 ppm), dan Cl (1900 ppm). Unsur-unsur yang berlebih ini akan tertinggal dalam rawa. Dengan meningkatnya rank, maka sebagian unsur ini akan keluar dari sistem, sebagian lainnya terperangkap membentuk fasa mineral seperti karbonat.

Sulfur sekunder meliputi remobilisasi sulfur selama pembatubaraan, membentuk pirit epigenetik terutama pada cleat. Sulfur ini bisa berasal dari senyawa sulfur organik yang kurang stabil atau dari air pori yang kaya sulfat.

Chou (1990) menyebutkan bahwa, kebanyakan sulfur pada batubara yang kurang dari 1 % berasal dari tumbuhan asal. Sedangkan penambahan sulfur kemungkinan berasal dari air laut. Price dan Shieh (1979) menggunakan data isotop sulfur dan menyimpulkan bahwa 63 % sulfur pada batubara yang memiliki kandungan sulfur tinggi berasal dari air laut dan sisanya dari material tumbuhan.

Pembentukan Pirit pada batubara

Pirit (FeS2) mempunayi densitas 5,01 gr/cc atau sekitar 3,5 kali lebih padat dari batubara. Jadi 1 % volume pirit pada lapisan batubara dapat diartikan 3,5 % berat FeS2 atau sekitar 1,9 % berat sulfur.

Pembentukan pirit pada batubara terjadi akibat reaksi antara H2S dan Fe dalam larutan. Proses ini melibatkan bakteri yang mereduksi SO4 menjadi H2S pada pH 4.5 – 7 yang diikuti oleh penggabungan H2S, sulfur elemental dan FeO membentuk pirit dan air (Gambar 1). Hanya dengan cara ini pirit dapat terbentuk pada gambut dan batubara low-rank. Dengan demikian, kehadiran bakteri dan pH rawa merupakan faktor yang sangat menentukan pembentukan pirit. SO4 bisa berasal dari air laut atau vegetasi, sedangkan Fe kemungkinan berasal dari dekomposisi mineral lempung atau terdapat dalam larutan sebagai koloid organik yang stabil.

Gambar 1. Mekanisme pembentukan pirit framboidal dan sulfur organik pada batubara yang dipengaruhi oleh air laut (Speight, 1994).

Ketersediaan Fe dapat mempengaruhi jumlah pirit dan sulfur organik sekunder yang terbentuk. Sulfur dari H2S lebih mudah dikonvensi menjadi pirit dibanding sulfur organik. Dengan demikian, jika besi tidak tersedia maka sebagian H2S tetap dalam larutan dan keluar dari rawa. Sumber-sumber besi dapat berasal dari luar rawa terutama pada saat terjadi banjir. Flokulasi besi terjadi pada pH rendah atau pada air yang bersifat payau karena muatan listriknya akan bertambah.

Eh dan pH lingkungan yang diperlukan oleh bakteri untuk membentuk H2S akan menentukan jumlah pirit yang terbentuk. Hal ini juga berpengaruh terhadap pengawetan tumbuhan dan pembentukan vitrinit dan inertinit.

 
Gambar 2. Model pembentukan Pirit Menurut Robert (1988), Price & Shieh (1979)

Gambar 3. Model Lingkungan Pengendapan Batubara berdasarkan kandungan sulfur dan komposisi petrografi lainnya (Ryan, B & Ledda, A ., 1997). 

Diessel, 1992 mengenal 4 jenis pirit berdasarkan morfologinya yaitu :
  1. Pirit framboidal : terdiri dari kristal oktahedral, ukuran halus, speroidal
  2. Pirit euhedral : sebagai kristal yang terisolasi, mengisi sel, ukuran 1 – 10 mikron.
  3. Pirit ukuran kasar : umumnya mengelilingi fragmen maseral.
  4. Late pyrite ; pada cleat, fractures atau sebagai nodul.

Bentuk lain juga dijumpai adanya cauliflower pyrite yang berkembang dari pirit framboid dan dendritik (Foto 1 dan 2). Love, 1957 menyebutkan bahwa ada kaitan antara pirit framboidal dan mikroba dan kemungkinan bahwa pirit sebenarnya mengganti struktur bakteri.

Pirit euhedral seringkali dijumpai pada ronga-rongga desmocollinite atau mengisi sel pada semifusinite, juga dapat berasosiasi dengan mineral matter. Pirit euhedral dapat terbentuk dari presipitasi langsung FeS2 yang berasal dari sulfur elemental dan ferrous iron.

 Foto 1 & 2. Kenampakan mikroskopis pirit cauliflower & frambodal (sinar pantul 200 x)

Foto 3 & 4. Fotomikrografi Late Pirite yang mengisi rekahan (cleat) pada vitrinit

Refensi : 
- Supriadin (Genesa & Kualitas Batubara – Sulfur)

0 komentar:

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.