Air adalah kebutuhan manusia, tanpa air manusia akan kehausan dan mati. Sebagaimana juga tanpa air, makhluk hidup akan mati dan tidak dapat menumbuhkan kebutuhan manusia. Air terkait dengan hujan, sehingga hujan dianggap hal yang penting dalam sejarah peradaban manusia. Sejarah peradaban mengaitkan hujan dengan kuasa kekuatan langit, para dewa, yang menurunkan hujan sekehendak hati mereka. Kepercayaan ini melahirkan ritual persembahan untuk merayu para dewa agar mau menurunkan hujan, sedemikian pentingnya sehingga diperlukan korban bahkan bila perlu dirayu dengan memberikan persembahan nyawa manusia sekalipun.
Islam menegaskan bahwa hujan ada dalam kuasa Allah SWT, namun Al-Qur’an memberikan penjelasan yang rasional ihwal proses turunnya hujan. Islam menegaskan bahwa hujan bukan karena dewa yang menangis karena kasihan pada manusia, melainkan karena proses alamiah yang dapat dipahami. Pembentukan hujan terjadi dalam tiga tahap. Pertama, “bahan mentah” hujan naik ke udara. Kemudian terkumpul menjadi awan. Akhirnya, tetesan-tetesan hujan pun muncul.
Tahapan-tahapan ini secara terperinci telah tertulis dalam Al-Qur’an berabad-abad tahun lalu sebelum informasi mengenai pembentukan hujan disampaikan.
“Allahlah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki, tiba-tiba mereka bergembira”. (QS Ar-Rum: 48)
1. “Allah, Dialah yang mengirimkan angin…” Gelembung-gelembung udara yang tidak terhitung jumlahnya dibentuk oleh buih-buih di lautan yang secara terus-menerus pecah dan mengakibatkan partikel-partikel air menguap ke udara menuju ke langit. Partikel-partikel ini kemudian terbawa angina dan bergeser ke atas menuju atmosfer. Partikel-partikel ini (disebut aerosol) membentuk awan dengan mengumpulkan uap air (yang naik dari lautan sebagai tetesan-tetesan oleh sebuah proses yang dikenal dengan “Jebakan Air”) di sekelilingnya.
2. “…lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang di kehendaki-Nya dan menjadi bergumpal-gumpal…” Awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekitar Kristal-kristal garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena tetesan-tetesan air di sini sangat kecil (dengan diameter antara 0,01-0,02 mm) awan mengapung di udara dan menyebar di angkasa. Sehingga langit tertutup oleh awan.
3. “…lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya”, hujan pun turun. Ketiga tahap ini kemudian baru disadari oleh pengetahuan ilmiah dengan nama siklus hujan.
Pada ayat lain Al-Qur’an juga menyampaikan bahwa hujan diturunkan “menurut kadar (yang diperlukan), lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati” (QS Az-Zukhruf: 11). “Kadar” yang disebutkan dalam ayat ini merupakan salah satu karakteristik hujan. Secara umum, jumlah hujan yang turun ke bumi selalu sama. Diperkirakan sebanyak 16 ton air di bumi menguap setiap detiknya dan jumlah ini sama dengan jumlah air yang turun ke bumi setiap detiknya. Kemudian benda yang ada di ketinggian (minimum) 12.000 meter, seperti awan, biasanya ketika turun dari ketinggian ini akan melaju dan jatuh menimpa tanah dengan kecepatan 558 km/jam. Tentunya, objek apa pun yang jatuh dengan kecepatan tersebut akan mengakibatkan kerusakan. Namun tidak demikian terjadinya, kecepatan rata-rata hujan hanya sekitar 8-10 km/jam ketika mencapai tanah. Semua dicipta dalam kadar-Nya.
0 komentar:
Post a Comment