Tipe Endapan Nikel Laterit Sorowako

Menurut Ahmad (2005), tipe endapan nikel laterit di daerah Sorowako pada dasarnya dibagi menjadi 2, Yaitu Sorowako West Block dan Sorowako East Block. Pembagian tipe endapan ini berdasarkan beberapa parameter utama, diantaranya :
  1. Tipe batuan ultramafik
  2. Derajat serpentinisasi
  3. Kandungan kimia bijih
  4. Fraksi batuan
  5. Tingkat kesulitan dalam penambangan
  6. Derajat penetrasi dengan auger drilling
  7. Kandungan olivin
Tipe West Block

Pada daerah west block batuan didominasi oleh harzburgit dengan beberapa batuan dunit yang kaya olivin. Kandungan olivin tinggi dan piroksen yang hadir umumnya orthopiroksen. Batuan di daerah ini umumnya tidak terserpentinisasi atau sedikit terserpentinisasi.. Sifat material yang relatif keras menyebabkan kesulitan dalam penambangan, namun batuan di daerah ini menunjukkan rasio silika magnesia yang relatif lebih tinggi (2,2 –2,6) di banding East Block.

Tipe East Block

Daerah east block didominasi oleh lherzolit dengan kandungan olivin yang rendah dan mengandung orthopiroksen maupun klinopiroksen. Peningkatan derajat serpentinisasi di daerah ini didukung juga oleh peningkatan kandungan magnetik dalam material batuan. Sifat batuan relatif lebih lunak dan menunjukkan rasio silika magnesia yang lebih rendah (1,4 – 2) dibandingkan West Block.

Gambar 1. Penampang umum Nikel Laterit Sorowako (Osborne & Waraspati,1986)

Pembagian secara terperinci antara tipe endapan bijih West Block dan East Block dapat dilihat pada tabel berikut ini :


Batuan Ultramafik

Batuan Ultramafik

Batuan ultramafik kaya akan mineral – mineral mafik (ferromagnesian) seperti olivine, piroksen dan hornblende dan mika. Semua batuan ultramafik memiliki indeks warna > 70. Kebanyakan batuan ultramafik mengandung kurang lebih 45 % silika. Pada umumnya batuan ultramfik kekurangan mineral feldspar. 

Perlu diperhatikan bahwa istilah "ultrabasa" dan "ultramafik" tidak identik. Sebagian besar batuan ultramafik juga ultrabasa, sementara tidak semua batuan ultrabasa yang ultramafik. Dengan demikian, batuan kaya fedspathoids yang ultrabasa tapi tidak ultramafik karena mereka tidak mengandung mineral ferromagnesian. Demikian pula, pada contoh kasus pada batuan piroksenit enstatite dengan 60% kandungan silika yang sangat tinggi pasti ultrabasa tetapi tidak dapat dianggap ultramafik.


Ofiolit merupakan sekelompok batuan yang berkomposisi mafik sampai ultramafik dengan sekuen dari bawah ke atas, disusun oleh : komplek ultramafik, komplek gabro berlapis dan gabro massif, komplek retas berkomposisi mafik (diabas) dan kelompok batuan vulkanik berkomposisi mafik bertekstur bantal / basalt. 

Ofiolit berdasarkan konsep tektonik lempeng menurut Coleman (1986), merupakan batuan alokton yang merupakan bagian integral dari mekanisme lempeng yang terdapat ditepi benua. Menurut Dietz (1963), proses pemekaran dasar samudera dapat membawa gabungan batuan yang terdapat di pematang tengah samudera ke tepi benua. Hutchinson (1973), mengemukakan bahwa pengalihtempatan ofiolit ke tepi benua meliputi tiga cara yaitu yang pertama pengalihtempatan gawir – gawir ofiolit yang tergeser ke dalam kawasan zona penunjaman yang terdeformasi, yang kedua pengalihtempatan secara obduksi, yaitu pemotongan kerak samudera yang tersusun dari ofiolit lengkap oleh kerak benua, dan yang ketiga pengalihtempatan ofiolit lengkap akibat benturan dua massa kerak benua atau dua massa kerak samudera. 

Klasifikasi Batuan Ultramafik

Klasifikasi batuan ultramafik berdasarkan kandungan mineral olivin, piroksen dan hornblende, seperti terlihat pada gambar 1, terbagi atas :
  • Dunit
  • Peridotit
  • Piroksenit
  • Hornblendit
  • Serpentinit (Hasil Alterasi mineral olivin dan piroksen)

Gambar 1. Klasifikasi batuan ultramafik berdasarkan kandungan mineral olivin, piroksen, dan hornblende (Streckeisen,1974)

1.  Dunit

Dunit merupakan batuan ultramafik yang memiliki komposisi hampir seluruhnya adalah monomineralik olivin (umumnya magnesia olivin). Kandungan olivin dalam batuan ini lebih dari 90%, dengan mineral penyerta meliputi kromit, magnetit, ilmenit, spinel.

Gambar 2. Dunit (wikipedia.org)

2.  Peridotit 

Peridotit merupakan batuan ultramafik yang mengandung lebih banyak olivin tetapi juga mengandung mineral – mineral mafik lainnya di dalam jumlah yang signifikan. Berdasarkan mineral – mineral mafik yang menyusunnya, maka batuan peridotit dapat diklasifikasikan sebagai Piroksen peridotit, Hornblende peridotit, Mika peridotit.

Gambar 3. Peridotit Harzburgit
Salah satu batuan peridotit yang dikelompokkan berdasarkan mineral mafik, yaitu piroksen peridotit. Berdasarkan dari tipe piroksen, maka piroksen peridotit dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
  • Harzburgit : Tersusun oleh olivin dan orthopiroksen (enstatite atau bronzite)
  • Wehrlit   : Tersusun oleh olivin dan klinopiroksen (diopside atau diallage)
  • Lherzolit    : tersusun oleh mineral olivin, orthopiroksin dan klinopiroksin.                                                 

Gambar 4 . Klasifikasi batuan ultramafik yang mengandung olivin, orthopiroksen dan klinopiroksen (Streckeisen, 1974)

3.  Piroksenit

Piroksenit Merupakan batuan ultramafik monomineral yang seluruhnya mengandung mineral piroksen. Batuan – batuan piroksenit selanjutnya diklasifikasikan ke dalam orthorombik piroksen atau monoklin piroksen :
  • Orthopiroksenit (orthorombik) : bronzitites
  • Klinopiroksenit (monoklin) : diopsidites, diallagites
Gambar 5. Piroksenit (wikipedia.org)

4.  Hornblendit

Hornblendit Merupakan batuan ultramafik monomineral yang seluruhnya mengandung mineral hornblende.
Gambar 6. Hornblendit (wikipedia.org)

5.  Serpentinit 

Merupakan batuan ultramafik monomineral yang seluruhnya mengandung mineral serpentin, yang kaya akan mineral mafik. Serpentinit merupakan batuan hasil alterasi hidrotermal dari batuan ultramafik, dimana mineral – mineral olivin dan piroksen jika teralterasi akan membentuk mineral serpentin. Batuan ini dapat terbentuk dari batuan dunit yang terserpentinisasi, dari hornblendit, ataupun peridotit (Ahmad, 2006). 

Gambar 7. Serpentinit (wikipedia.org)

Pelapukan pada batuan ultramafik

Pelapukan adalah proses disintegrasi fisik dan dekomposisi kimia material batuan yang ada di permukaan atau dekat permukaan bumi (Waheed, 2006) . Proses pelapukan diikuti oleh pembentukan soil, erosi, transportasi dan sedimentasi. Menurut Ollier (1969), tingkat pelapukan mineral dalam batuan ultrabasa disamping tergantung pada struktur dan komposisi batuan, juga tergantung pada :
  1. Ukuran kristal
  2. Bentuk kristal.
  3. Kesempurnaan  kristal.
  4. Akses agen pelapukan dan perombakan produk pelapukan
a.  Pelapukan Mekanis

Pelapukan mekanis umumnya disebabkan oleh perubahan suhu yang kontras, tekanan, penetrasi akar tanaman (Ollier, 1969). Pelapukan mekanis atau disebut juga disintegrasi batuan masing-masing mempunyai kesamaan yaitu merubah ukuran batuan atau partikel batuan menjadi semakin kecil, sehingga luas permukaan batuan yang mengalami kontak dengan agen-agen proses lateritisasi menjadi semakin luas.
 
b.  Pelapukan Kimia

Pelapukan kimia yang berhubungan dengan proses lateritisasi ada beberapa macam (Ollier, 1969), yaitu :
  • Pelarutan, merupakan tahap awal dari proses pelapukan kimia. Proses ini   terjadi pada saat adanya aliran air baik di permukaan atau dalam batuan. Pelarutan dapat berupa presipitasi kimiawi yang akan merubah volume dan meningkatkan pelapukan fisika.
  • Oksidasi dan reduksi, merupakan proses yang akan membentuk mineral-mineral oksida akibat reaksi antara mineral dengan oksigen, atau jika mengikutsertakan air akan menjadi mineral hidroksida. Umumnya ditunjukkan dengan hadirnya besi oksida atau hidroksida, dicirikan oleh warna batuan dan tanah menjadi merah atau kuning, dan kadang-kadang tertutup oleh humus
  • Hidrasi, merupakan proses penyerapan molekul-molekul air oleh mineral, sehingga membentuk mineral hidrous. Contoh : hematit menjadi limonit.
  • Karbonasi, merupakan reaksi antara ion karbonat dengan ion bikarbonat dengan mineral, atau proses pembentukan asam bikarbonat dalam bentuk cair yang akan mempermudah pelapukan. Banyak terkandung dalam air hujan.
  • Hidrolisis, merupakan reaksi antara mineral dengan air, yaitu antara ion H+ dan ion OH- air dengan ion-ion mineral. Air tersebut dapat berasal dari air tanah atau air hujan.
  • Desilisikasi adalah suatu proses perombakan atau penguraian silika dari batuan. Silika merupakan penyusun utama mineral dalam batuan dan umumnya mempunyai ikatan atom yang kuat dalam mineral-mineralnya.
Gambar 1. Skema dari faktor yang mempengaruhi sistem pelapukan

Beberapa faktor yang mempengaruhi pelapukan kimia, antara lain:
  1. Kestabilan mineral (struktur kristal, titik lebur) 
  2. Kondisi pH (asam atau basa)
  3. Energi potensial (Eh)
  4. Ukuran butir dan rekahan
  5. Laju dari proses pencucian
  6. Iklim (curah hujan, temperatur, vegetasi, equatorial humid climatetropical wet-dry climate)
  7. Waktu
  8. Topografi (run-off, sub-surface drainage, erosi)
  9. Peran muka airtanah
  10. Komposisi batuan induk
  11. Komposisi material organik.

Proses pelapukan dan sirkulasi air tanah terutama yang relatif bersifat asam pada batuan ultramafik, akan menyebabkan terjadinya penguraian magnesium, nikel, besi, dan silika pada mineral olivin, piroksen, maupun serpentin yang membentuk larutan yang kaya akan unsur-unsur tersebut (Waheed, 2006). 

Mobilitas Geokimia pada batuan ultramafik

Mobilitas adalah kemampuan suatu unsur untuk terdispersi ke dalam matrik material lain disekitarnya. Mobilitas mempengaruhi respon unsur terhadap proses dispersi. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas geokimia adalah stabilitas kimiawi unsur (Rose dkk, 1979).
Menurut Waheed (2002), bahwa mobilitas dari suatu unsur yang dijumpai pada batuan mafik dan ultramafik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

  Elemen yang bersifat sangat larut dan sangat mobile
Mudah hilang dalam profil pelapukan dan sangat larut dalam aliran air tanah (sedikit asam), seperti : Mg, Si, Ca, Na

  Elemen yang bersifat tidak larut dan tidak mobile
Tidak dapat larut dalam airtanah, sebagian besar unsur-unsurnya merupakan penyusun dari residu tanah (residual soil), seperti : Fe3+ (ferric), Co, Al, Cr.

  Elemen dengan daya larut yang terbatas dan mobilitas terbatas
Sebagian larut dalam airtanah yang bersifat asam, seperti : Ni, Fe2+ (ferrous).


Gambar 2. Berbagai elemen hadir dalam laterit

Hubungan Morfologi dan Topografi Pada Proses Lateritisasi

Salah satu faktor yang berperan dalam proses  laterisasi adalah morfologi dan topografi, Bentuk morfologi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh bentuk morfologi bawah permukaan khususnya morfologi batuan dasarnya.  Umumnya bijih (ore) terdapat pada zona saprolit dan sebagian kecil pada zona limonit, hal ini tergantung dari kadar yang terkandung pada zona tersebut. Dimana dalam laterit ini nantinya dapat ditentukan seberapa tebal bijih (ore)yang terdapat dalam laterit tersebut.

Menurut Ahmad (2006) dalam buku LATERITES (Fundamentals of chemistry, mineralogy, weathering processes and laterite formation),  mengemukakan bahwa peranan topografi sangat besar pada proses lateritisasi, melalui beberapa faktor antara lain:
  • Penyerapan air hujan (pada slope curam umumnya air hujan akan mengalir ke daerah yang lebih rendah /run off dan penetrasi ke batuan akan sedikit. Hal ini menyebabkan pelapukan fisik lebih besar dibanding pelapukan kimia)
  • Dearah tinggian memiliki drainase yang lebih baik daripada daerah rendahan dan daerah datar.
  • Slope yang kurang dari 20 derajat memungkinkan untuk menahan laterit dan erosi.
Pada proses pengayaan nikel, air yang membawa nikel terlarut akan sangat berperan  dan pergerakan ini dikontrol oleh topografi. Secara kualitatif pada lereng dengan derajat tinggi (curam) maka proses  pengayaan akan sangat kecil atau tidak ada sama sekali karena air pembawa Ni akan mengalir. Bila proses pengayaan kecil maka pembentukan bijih (ore) juga akan kecil (tipis), sedangkan pada daerah dengan lereng sedang / landai proses pengayaan umumnya berjalan dengan baik karena run off kecil sehingga ada waktu untuk proses pengayaan, dan umumnya ore yang terbentuk akan tebal. Akibat lereng yang sangat curam maka erosi yang terjadi sangat kuat hingga mengakibatkan zona limonit dan saprolit tererosi. Hal ini dapat terjadi selama proses lateritisasi atau setelah terbentuknya zona diatas batuan dasar (bedrock).

Berikut ini adalah beberapa contoh bentuk lahan yang mempengaruhi tinggi rendahnya proses lateritisasi :


Gambar 1. Klasifikasi sederhana antara bentuk lahan dan proses lateritisasi (Waheed, 2006)

Menurut Waheed, 2006 ada beberapa parameter yang digunakan untuk membandingkan proses-proses yang terjadi pada lereng yang berbeda, yaitu 
    

      Gambar 2. Hubungan topografi terhadap proses lateritisasi (Waheed, 2006)

Tabel 1. Modifikasi klasifikasi kelas lereng (Van Zuidam,1979) 


Penyebaran Horizontal Laterit

Penyebaran horizontal Ni tergantung dari arah aliran air tanah yang sangat dipengaruhi oleh bentuk kemiringan lereng (topografi). Air tanah bergerak dari daerah – daerah yang mempunyai tingkat ketinggian ke arah lereng, yang mana sebagian besar dari air tanah pembawa Ni, Mg dan Si yang mengalir ke zona pelindian atau zona tempat fluktuasi air tanah berlangsung (Hasanudin dkk, 1992).

Tempat - tempat yang banyak mengandung rekahan – rekahan, Ni akan terjebak dan terakumulasi di tempat – tempat yang dalam sesuai dengan rekahan – rekahan yang ada, sedangkan pada lereng dengan kemiringan landai sampai sedang merupakan tempat pengayaan nikel (Hasanudin dkk, 1992). Pada dasarnya proses pelindian ini dapat dikelompokan, yaitu proses pelindian utama yang berlangsung secara horizontal di zona pelindian dan proses pelindian yang berlangsung secara vertikal yang meliputi proses pelindian celah di zona saprolit serta proses pelindian yang terjadi di waktu musim penghujan di zona limonit (Golightly, 1979). 

Gambar 3. Penampang tegak endapan nikel laterit (Golightly,1979)

Menurut Golightly (1979) faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat sebaran secara horizontal endapan lateritik, yaitu :
  • Topografi / morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya, sehingga endapan laterit masih mampu untuk ditopang oleh permukaan topografi sehingga tidak terangkut semua oleh proses erosi ataupun ketidakstabilan lereng.
  • Adanya proses pelapukan yang relatif merata walaupun berbeda tingkat intensitasnya, sehingga endapan lateritik terbentuk dan tersebar secara merata.
  • Adanya tumbuhan penutup yang berfungsi untuk mengurangi tingkat intensitas erosi endapan laterit, sehingga endapan laterit tersebut relatif tidak terganggu.


Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit

1.  Batuan asal

Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut: - terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya - mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin - mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

2.  Iklim

Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.


Gamabar 1. Kedalaman relatif dari pelapukan sebagai fungsi dari zona iklim dunia (Ahmad, 2005)


3.  Reagen-reagen kimia dan vegetasi

Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan: 
  • Penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan 
  • Akumulasi air hujan akan lebih banyak
  • Humus akan lebih tebal 

Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.

Gambar 2. Proses yang terlibat dalam pembentukan tanah (Ahmad, 2005)

4.  Struktur

Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.

5.  Topografi

Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.

6.  Waktu

Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.

Nikel Laterit

Laterit berasal dari bahasa latin yaitu later, yang artinya bata (membentuk bongkah – bongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah bata) (Guilbert dan Park, 1986). Hal ini dikarenakan tanah laterit tersusun oleh fragmen – fragmen batuan yang mengambang  diantara matriks, seperti bata diantara semen. 

“Nikel laterit” : untuk menyatakan keberadaan suatu regolith yang mengandung konsentrasi nikel dengan kadar yang ekonomis, tetapi tidak untuk menyatakan suatu horizon atau unit lapisan tanah tertentu.

Dalam kamus geologi dan mineralogi (McGraw Hill, 1994): Regolith : suatu lapisan yang berasal (sebagai hasil) dari pelapukan batuan yang menyelimuti suatu batuan dasar.

Endapan nikel laterit merupakan endapan hasil proses pelapukan lateritik batuan induk ultramafik (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung Ni dengan kadar tinggi, agen pelapukan tersebut berupa air hujan, suhu, kelembaban, topografi, dan lain-lain. 

Endapan nikel laterit umumnya ditemukan pada daerah beriklim tropis dan sub tropis, dikarenakan iklim ini yang mendukung terjadinya pelapukan, selain topografi, drainase, tektonik, batuan induk, dan struktur geologi.


Gambar 1. Peta sebaran endapan nikel laterit di dunia (Ahmad, 2005)


Genesa Umum Nikel Laterit 

Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan sulfida nikel – tembaga berasal dari mineral pentlandit, milerit, yang terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa.

Proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentinit), dimana batuan ini banyak mengandung mineral olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik (Boldt ,1967).

Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979). 

Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh material–material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral-mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral-mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992). Endapan besi yang bersenyawa dengan oksida akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan pelindihan/leaching

Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah. 


Gambar 2. Konsep genesa endapan nikel laterit

Pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg), Silika (Si), dan Nikel (Ni) akan tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat asam . Tetapi jika dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat – zat tersebut akan cenderung mengendap sebagai mineral hidrosilikat (Ni-magnesium hidrosilicate) yang disebut mineral garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8] atau mineral pembawa Ni (Boldt, 1967).

Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar, maka Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di zona air sudah tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus batuan dasar(bedrock). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierit dengan rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen/supergen enrichment. Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona Saprolit. Dalam satu penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama tergantung dari perubahan musim.

Di bawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering disebut sebagai zona batuan dasar (bed rock). Biasanya berupa batuan ultramafik seperti Peridotit atau Dunit.


Profil Endapan Nikel Laterit

Profil laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona. Profil nikel laterit tersebut didiskripsikan dan diterangkan oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah. 

Gambar 1. Profil endapan nikel laterit (Taylor, 1979)

1.  Lapisan Limonit

Lapisan ini terletak di bagian atas permukaan. Terdapat iron cap / iron crust yang berwujud keras dan kaya akan besi (Fe) berwarna hitam. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Lapisan limonite berwarna merah-coklat atau kuning, agak lunak, berkadar  air antara 30% - 40%, kadar nikel 0.3-1,5%, Fe 40-50%, MgO 0.5 - 5%, SiO2  3%, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area dengan ketebalan rata-rata 5 - 15 meter. Lapisan ini tipis pada lereng yang terjal, dan setempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, kuarsa, gibsite, maghemit. Pada bagian bawah kaya akan mineral manganese, cobalt, dan nickel dalam bentuk asbolite atau manganese wad. 

Limonit dibedakan menjadi 2, yaitu : red limonite yang biasa disebut hematit dan yellow limonite yang disebut goethit. Biasanya pada goetit nikel berasosiasi dengan Fe dan mengganti unsur Fe sehingga pada zona limonit terjadi pengayaan unsur Ni.

2.  Smectite/Nontronite/Transition Zone

Lapisan ini merupakan zona peralihan antara Limonite bagian bawah dan Saprolite bagian atas. Mengandung mineral Smectite (Nontronite). Tekstur batuan induk (protolith) masih terlihat. Ukuran butir cenderung lempung dan impermeable.  

3.  Lapisan Bijih (Saprolit)

Lapisan ini merupakan hasil pelapukan batuan ultramafik, berwarna kuning kecoklatan agak kemerahan sampai kehijauan, terletak di bagian bawah dari lapisan limonit. Campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonit, saprolitic rims, vein dari endapan garnierit (nickeliferous quartz), mangan dan pada beberapa kasus terdapat silica boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonit ke bedrock. 

Proses pelapukan batuan induk (protolith) masih terlihat dengan jelas. Kehadiran boulder sebagai hasil dari pelapukan pada zona struktur (joint & fault). Tekstur dan struktur protolith masih terlihat dengan jelas. Pada batuan yang unserpentinised proses saprolitisasi hanya terjadi pada permukaan batuan saja, sehingga unserpentinised boulder cenderung bebas nikel dan masih banyak mengandung olivin. Pada batuan yang serpentinised, proses saprolitisasi masuk ke dalam pori-pori batuan sehingga serpentinised boulder memungkinkan mengandung nikel dan sedikit mengandung olivin.

Kadar Ni 1,85%, Fe 16%, MgO 25%, SiO2 35%. Lapisan ini merupakan lapisan yang bernilai ekonomis untuk ditambang sebagai bijih.

4. Lapisan Batuan Dasar (Bedrock)

Bagian terbawah dari profil laterit Lapisan ini merupakan batuan peridotit sesar yang tidak atau belum mengalami pelapukan. Blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis lagi (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Berwarna kuning pucat sampai abu-abu kehijauan.  Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierit dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi. 

Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak  pada bagian bawah bukit dengan relief yang landai. Sedang relief yang terjal endapan semakin menipis, di samping adanya kecenderungan akumulasi mineral yang berkadar tinggi dijumpai pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada batuan.

Autor : Caprock (Dirangkum dari banyak sumber).

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.